Jakarta, CNN Indonesia — Gubernur Banten nonaktif Ratu Atut Choisiyah mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu (27/5), pada pukul 9.30 WIB.
Kepala Bagian Informasi dan Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha berkata, Atut dijadwalkan menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pada kasus dugaan korupsi dan pemerasan pada proyek pengadaan alat kesehatan di provinsi yang pernah dipimpinnya.
Begitu tiba di kantor komisi antikorupsi, Atut tak mengeluarkan pernyataan apa pun. Atut yang mengenakan seragam oranye bertuliskan tahanan KPK langsung melenggang masuk ke lobi utama kantor KPK.
Selain Atut, Rabu ini penyidik KPK juga akan memeriksa Tubagus Chaeri Wardana Chasan alias Wawan. Namun hingga siang, adik kandung Atut yang juga menjadi tersangka pada kasus tersebut belum datang ke kantor KPK.
Perkara dugaan korupsi alat kesehatan ini merupakan babak baru dari persoalan hukum yang menjerat Atut. Sebelum ini, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta telah memvonis bersalah Atut pada kasus suap pemilihan kepala daerah Lebak. Ketika itu ia dihukum penjara selama tujuh tahun.
KPK, Selasa (26/5) kemarin juga telah memeriksa sekretaris pribadi Atut Alinda Agustine Quintansari dan pembantu rumah tangga Atut, Eneng Sumiyati alias Sumi.
September tahun lalu penyidik KPK juga telah meminta keterangan anak sulung Atut, Andika Hazrumy. Selain itu, lima karyawan di lima perusahaan rekanan Wawan, juga telah diperiksa.
Mereka adalah marketing PT Matesu Abadi Donnianus Robby, karyawan PT Sarandi Karya Nugraha Nuraeni Setya, karyawan PT Dharma Polimetal Santoso B Kusuma, Direktur PT Global Jaya Medika Mohammad Ridwan, dan Direktur PT Alfa Sarana Makmur Kaharmuddin
Terhadap Atut dan Wawan, penyidik KPK menyangkakan penggelembungan anggaran dana pengadaan alat kesehatan senilai Rp 9,3 miliar. Mereka dituding melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (obs)
Artikel yang berjudul “Ratu Atut Diperiksa KPK sebagai Tersangka Kasus Alkes” menurut saya merupakan pelanggaran kode etik akuntansi, yaitu pelanggaran kode etik dalam penyalahgunaan laporan keuangan atau melakukan korupsi mengenai pengadaan Alat Kesehatan di wilayah Tangerang Selatan Tahun Anggaran 2012.
Pelanggaran tersebut salah satunya dilakukan oleh Ratu Atut Choisiyah yang menjabat sebagai Gubernur Banten (non aktif).
Atut bersama adiknya Wawan diduga melakukan penggelembungan alat kesehatan senilai Rp 9,3 Miliar dan mereka dituding melangar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi.
Menurut Agnes, 1996, setiap profesi yang memberikan pelayanan terhadap masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan seperangkat moral dan mengatur tentang etika profesional. Salah satu fungsi adanya kode etik adalah melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh pihak lain. Namun, dalam kasus ini negara indonesia mengalami kerugian mencapai Rp 9,3 Miliar.
Prinsip etika profesi yang tencantum dalam kode etik Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) salah satunya adalah bahwa setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan publik, menghormati kepercayaan publik dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
Kesimpulannya, tindakan yang dilakukan oleh Atut sebagai Gubernur malah sebaliknya, ia tidak bersikap profesional dan menyalahgunakan kepercayaan publik. Pengadaan alat kesehatan yang notabene untuk masyarakat, dimanipulasi oleh Atut hingga merugikan keuangan negara sebanyak Rp 9,3 Miliar.
Seharusnya, Ratu Atut Choisiyah sebagai seorang gubernur mampu menjalankan kewajiban sebagai seorang Gubernur, diantaranya menaati seluruh ketentuan peraturan perundangundangan, menjaga etika dan norma dalam pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah serta menerapkan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik.
Sumber: http://levanarizkidaenira14.blog.st3telkom.ac.id/2016/10/09/tugas-etika-profesi-kpk-periksa-wawan-atas-kasus-korupsi-alat-kesehatan/