MOTIVASI
1.
Pengertian Motivasi
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan
seorang individu untuk
mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas,
arah, dan ketekunan. Motivasi dimaknai sebagai dorongan yang mendasari kemampuan
seseorang dalam memenuhi kebutuhannya. Tiap orang sangat termotivasi untuk
berperilaku dalam cara yang dapat memenuhi kebutuhannya dan kunci keberhasilan
pemimpin terletak pada kemampuan memotivasi anggota organisasi.
Istilah motivasi (motivation)
berasal dari bahasa latin yakni movere, yang berarti “menggerakkan” (to
move). Motivasi pada
dasarnya merupakan kebutuhan internal yang tak terpuaskan sehingga menciptakan
tegangan-tegangan yang
merangsang dorongan-dorongan dari dalam diri individu. Motivasi sendiri menurut
Stephen P. Robbins
(2001 : 166) didefinisikan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang
tinggi
untuk tujuan-tujuan
organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu kebutuhan
individual. Motivasi
juga didefinisikan sebagai dorongan dari dalam diri individu berdasarkan mana
dari
berperilaku dengan
cara tertentu untuk memenuhi keinginan dan kebutuhanya. Adapun pemotivasian
dapat
diartikan sebagai
pemberian motif-motif sebagai pendorong agar orang bertindak, berusaha untuk
mencapai
tujuan organisasional, (Silalahi, 2002 :
341).
2.
Proses Motivasi
Motivasi berhubungan dengan kekuatan (dorongan) yang berada di dalam diri
manusia. Motivasi tidak dapat terlihat dari luar. Motivasi dapat menggerakkan
manusia untuk menampilkan suatu tingkah laku kearah pencapaian suatu tujuan. Tingkah laku dapat dilandasi oleh berbagai macam
motivasi. Tiga kategori motif :
1. Motif Primer:
- Dibawa sejak lahir & bukan hasil proses
belajar
- Faali/psikologis
- Kebutuhan untuk makan & minum
2. Motif Umum:
- Dibawa sejak lahir & bukan hasil proses
belajar
- Tidak berhubungan dengan proses faali tubuh
manusia
- Kebutuhan kasih sayang, rasa ingin tahu
& diperhatikan.
3. Motif Sekunder:
- Tumbuh sebagai hasil proses belajar
- Tidak berhubungan dengan proses faali
- Kebutuhan berprestasi & berkuasa
Proses terjadinya motivasi:

3. Pendekatan Terhadap Motivasi
McClelland
seorang pakar psikologi dari Universitas Harvard di Amerika Serikat
mengemukakan bahwa kinerja seseorang dapat dipengaruhi oleh virus mental yang
ada pada dirinya. Virus tersebut merupakan kondisi jiwa yang mendorong
seseorang untuk mencapai kinerja secara optimal. Ada tiga jenis virus sebagai
pendorong kebutuhan yaitu kebutuhan berprestasi, kebutuhan berafiliasi dan
kebutuhan berkuasa. Karyawan perlu mengembangkan virus tersebut melalui
lingkungan kerja yang efektif untuk meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan
perusahaan.
Motivasi berprestasi
merupakan suatu dorongan dengan ciri-ciri seseorang melakukan pekerjaan dengan
baik dan kinerja yang tinggi. Kebutuhan akan berprestasi tinggi merupakan suatu
dorongan yang timbul pada diri seseorang untuk berupaya mencapai target yang
telah ditetapkan, bekerja keras untuk mencapai keberhasilan dan memiliki
keinginan untuk mengerjakan sesuatu secara lebih lebih baik dari sebelumnya.
Beberapa
pendekatan untuk mengatasi atau mengurangi kekurangan semangat dan motivasi
dalam melaksanakan pekerjaan adalah dengan pendekatan kuratif dan pendekatan
preventif.
1. Pendekatan Kuratif
Pendekatan
kuratif atau mengatasi adalah melihat apakah masalah yang menimbulkan pengaruh
pada motivasi penting atau tidak dalam pekerjaan. Apabila masalahnya tidak
terlalu penting maka kita tidak perlu merasa putus asa. Tetapi bila ternyata
masalah itu penting dalam pekerjaan, maka bicara secara terbuka dan langsung
dengan pihak yang berwenang untuk mendapatkan kesamaan persepsi sehingga jalan
keluarnya dapat ditemukan, misalnya atasan atau konselor. Bila pihak yang
berwenang tidak dapat ditemui secara langsung, hubungi melalui surat atau
telepon.
2. Pendekatan
Antisipatif
Karyawan
sebaiknya bekerja dengan sebaik-baiknya dan sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Selanjutnya berusaha menenangkan hati sewaktu bekerja dan jangan
terganggu dengan perasaan gelisah. Bila merasa gelisah karena hal-hal yang
tidak berkaitan dengan pekerjaan, maka sebaiknya menenagkan diri di luar ruang
kerja dengan cara yang diyakini berhasil, misalnya dengan berdoa atau yoga.
Karyawan disarankan bersikap dan berpikir positif terhadap pekerjaan.
4. Teori Tentang Motivasi
1. Teori Kebutuhan sebagai Hirarki
Maslow
Motivasi dalam kaitannya dengan pemuasan kebutuhan manusia semakin lama
semakin komplek, timbul dan berkembang bersamaan dengan timbulnya gerakan
hubungan manusia dalam administrasi. Teori yang dikembangkan mengatakan bahwa
kebutuhan manusia dapat diklasifikasikan menjadi 5 ( lima ) kebutuhan, yaitu :
a.
Kebutuhan fisiologis, yang merupakan kebutuhan
pokok atau mendasar bagi manusia seperti sandang, pangan dan papan.
b.
Kebutuhan akan keamanan, yaitu kebutuhan
manusia yang meliputi kebutuhan pisik, psikologis dan kebutuhan keadilan.
c.
Kebutuhan Sosial, adalah kebutuhan manusia yang
berkisar pada pengakuan akan keberadaan seseorang dan penghargaan atas harkat
dan martabatnya.
d.
Kebutuhan “ esteem “, yaitu kebutuhan
manusia berkaitan dengan harga diri seseorang yang memerlukan pengakuan atas
keberadaan dan statusnya oleh orang lain.
e.
Kebutuhan aktualisasi diri, merupakan kebutuhan
seseorang dalam mengembangkan potensinya untuk meraih kemajuan yang pada
gilirannya akan dapat menjadi manusia yang professional dan dapat memenuhi
kebutuhannya.
Bertitik tolak dari pengertian dan teori kebutuhan diatas dapat dipahami
bahwa kebutuhan manusia pada dasarnya ada 5 (lima) tingkatan yaitu mulai dari
kebutuhan yang paling mendasar yaitu kebutuhan fisiologis, meningkat menjadi
kebutuhan akan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan esteem dan kekebutuhan
yang paling tinggi yaitu kebutuhan untuk aktualisasi diri.
2. Teori X dan Y ,
Douglas Mc Gregor
Teori Motivasi menurut Douglas, menonjolkan pentingnya pemahaman tentang
peranan sentral yang di perankan oleh manusia dalam organisasi yang
diklasifikasikan dalam teori X (perilaku negatif) dan teori Y (perilaku
positif). Dalam mengemukakan dan mempertahankan kebenaran teorinya, Mc Gregor
menekankan bahwa cara yang digunakan oleh para manajer dalam memperlakukan para
bawahannya sangat tergantung pada asumsi yang digunakan tentang ciri-ciri
manusia yang dimiliki oleh para bawahannya.
Teori X, mengatakan para manajer menggunakan
asumsi bahwa para pekerja pada dasarnya tidak senang bekerja dan bila mungkin
akan berusaha mengelaknya. Karena para pekerja tidak senang bekerja, mereka
harus dipaksa, diawasi atau diancam dengan berbagai tindakan. Para pekerja juga
akan berusaha mengelakkan tanggung jawabnya dan hanya akan bekerja bila
menerima perintah. Kebanyakan pekerja akan menempatkan pemuas kebutuhan
fisiologis dan keamanan diatas faktor-faktor lain yang berkaitan dengan
pekerjaan dan tidak menunjukkan keinginan atau ambisi untuk maju.
Teori Y,
pada dasarnya kebalikan dari teori X, dimana para manajer menggunakan asumsi bahwa para pekerja memandang
kegiatan bekerja sebagai hal yang alamiah seperti halnya beristirahat dan
bermain. Para pekerja akan berusaha melakukan tugas tanpa terlalu diarahkan dan
akan berusaha mengendalikan diri sendiri. Pada umumnya pekerja akan menerima
tanggung jawab yang lebih besar dan berusaha menunjukkan kreativitasnya dan
oleh karenanya pekerja berpendapat bahwa pengambilan keputusan merupakan bagian
tanggung jawabnya.
Dari uraian diatas apabila dikaitkan dengan teori kebutuhan Maslow, maka
teori X akan lebih mementingkan pemuasan kebutuhan tingkat rendah yang sifatnya
materiil berupa kebutuhan dasar sandang, pangan, papan dan keamanan. Sedangkan
teori Y cenderung mementingkan pemuasan kebutuhan tingkat tinggi yang sifatnya
non materiil yaitu penghargaan, harga diri, dan aktualisasi diri daripada
pemuasan kebutuhan yang bersifat kebendaan. Dengan demikian maka teori motivasi
X dan Y sangat tepat bila digunakan untuk meneliti sejauh mana pengaruh negatip
dan positip terhadap kinerja pegawai.
3.
Teori Motivasi-Higine/Kepuasan,
Herzberg
Teori ini pada awalnya untuk mencari jawaban, apa sesungguhnya yang
dicari atau diinginkan seseorang dalam pekerjaannya. Karena hubungan seseorang
dengan pekerjaannya sangat mendasar dan sikap seseorang terhadap pekerjaannya
sangat mungkin menentukan keberhasilan dan kegagalannya. Kepuasan dimaksud
adalah kepuasan seseorang didasarkan pada faktor-faktor yang sifatnya intrinsik
seperti keberhasilan mencapai sesuatu, pengakuan yang diperoleh, sifat
pekerjaan yang dilakukan sesuai, rasa tanggung jawab, kemajuan dalam karier dan
pertumbuhan profesional dan intelektual yang dialami oleh seseorang. Sebaliknya
apabila para pekerja tidak puas dengan pekerjaannya, ketidakpuasan itu umumnya
dikaitkan dengan faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik, artinya bersumber dari
luar pekerja yang bersangkutan seperti kebijaksanaan organisasi, pelaksanaan
kebijaksanaan yang telah ditetapkan, supervisi oleh para manajer, hubungan
interpersonal dan kondisi kerja. Herzberg berpendapat bahwa apabila para
manajer ingin memberi motivasi, yang perlu ditekankan adalah faktor-faktor yang
menimbulkan rasa puas yaitu dengan mengutamakan faktor-faktor motivasional yang
sifatnya intrinsik. Implikasi teori ini ialah bahwa seseorang pekerja mempunyai
persepsi berkarya tidak sekedar mencari nafkah, akan tetapi sebagai wahana
untuk memuaskan berbagai kepentingan dan kebutuhannya, bagaimanapun kebutuhan
itu dikategorisasikan. Dengan demikian maka kepuasan juga mempunyai pengaruh
yang sangat besar terhadap kinerja pegawai dalam organisasi dalam mencapai
tujuannya.
4.
Teori Harapan
Teori Harapan intinya terletak pada pendapat yang mengatakan bahwa
kuatnya kecenderungan seseorang bertindak dengan cara tertentu tergantung pada
kekuatan harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu
dan pada daya tarik dari hasil itu bagi orang yang bersangkutan. Teori harapan
mengandung tiga variabel, yaitu daya tarik, hubungan antara prestasi kerja
dengan imbalan serta hubungan antara usaha dan pretasi kerja. Daya tarik
artinya ialah sampai jauh mana seseorang merasa pentingnya hasil atau imbalan
yang diperoleh dalam penyelesaian tugasnya. Yang dimaksud dengan prestasi kerja
dan imbalan adalah tingkat keyakinan seseorang tentang hubungannya antara tingkat
prestasi kerjanya dengan pencapaian hasil tertentu. Sedangkan yang dimaksud
dengan kaitan antara usaha dan prestasi kerja ialah persepsi seseorang tentang
kemungkinan bahwa usaha tertentu akan menjurus kepada prestasi kerja.
Dinyatakan dengan cara lain, teori harapan
berkata bahwa apakah seseorang mempunyai keinginan untuk menghasilkan sesuatu
karya pada waktu tertentu tergantung pada tujuan-tujuan khusus orang yang
bersangkutan dan pada persepsi orang tersebut tentang nilai suatu prestasi
kerja sebagai wahana untuk mencapai tujuan tertentu. Pendalaman teori harapan
menunjukkan hal-hal sebagai berikut :
a.
Kuatnya motivasi seseorang berprestasi
tergantung pada pandangannya tentangbetapa kuatnya keyakinan yang terdapat
dalam dirinya bahwa ia akan dapat mencapai apa yang diusahakan untuk dicapai. Jika prestasi kerja tercapai, timbul pertanyaan
apakah ia akan memperoleh imbalan yang memadai dan apabila imbalan itu
diberikan oleh organisasi apakah imbalan itu akan memuaskan tujuannya atau
kepentingannya.
b.
Tehnik memotivasi kerja pegawai.
Banyak tehnik yang digunakan untuk memotivasi pegawai guna mencapai
kinerja yang tinggi, namun dari beberapa tehnik tersebut terdapat dua cara yang
efektif yaitu pemenuhan kebutuhan pegawai dan komunikasi persuasif. Kebutuhan pegawai
yang meliputi kebutuhan fisiologis, rasa aman, sosial, harga diri dan
aktualisasi diri.
Komunikasi persuasif dilakukan dengan cara mempengaruhi pegawai secara
ekstralogis dengan rumusan AIDDAS (Attention, Interest, Desire, Decision,
Action dan Satisfaction). Pemimpin pertamakali harus memberikan perhatian
kepada pegawai tentang pentingnya tujuan dari pekerjaan agar timbul minat
pegawai terhadap pelaksanaan kerja. Jika telah timbul minatnya , maka timbul
hasrat untuk melaksanakan tindakan kerja dalam mencapai apa yang diharapkan
oleh pemimpin. Dengan demikian maka pegawai akan bekerja dengan motivasi tinggi
dan merasa puas terhadap hasil kerjanya.
5. Teori ERG Aldefer
Teori Aldefer merupakan teori motivasi yang mengatakan
bahwa individu mempunyai kebutuhan tiga hirarki yaitu : ekstensi (E),
keterkaitan (Relatedness) (R), dan pertumbuhan (Growth) (G).
Teori
ERG juga mengungkapkan
bahwa sebagai tambahan terhadap proses kemajuan pemuasan juga proses
pengurangan keputusan. Yaitu, jika seseorang terus-menerus terhambat dalam
usahanya untuk memenuhi kebutuhan menyebabkan individu tersebut mengarahkan
pada upaya pengurangan karena menimbulkan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang
lebih rendah. Penjelasan tentang teori ERG Aldefer menyediakan sarana yang penting
bagi manajer tentang perilaku. Jika diketahui bahwa tingkat kebutuhan yang
lebih tinggi dari seseorang bawahan misalnya, pertumbuhan nampak terkendali,
mungkin karena kebijaksanaan perusahaan, maka hal ini harus menjadi perhatian
utama manajer untuk mencoba mengarahkan kembali upaya bawahan yang bersangkutan
memenuhi kebutuhan akan keterkaitan atau kebutuhan eksistensi. Teori ERG
Aldefer mengisyaratkan bahwa individu akan termotivasi untuk melakukan sesuatu
guna memenuhi salah satu dari ketiga perangkat kebutuhan.
5. Tantangan Motivasi
Dalam menerapkan prakteknya ada beberapa tantangan yang sering dihadapi seperti :
1.
Kebutuhan sangat berbeda pada
setiap orang
Dengan adanya kebutuhan yang berbeda maka
penerapan teori motivasi juga harus berbeda.
2.
Cara menterjemahkan kebutuhan ke dalam tindakan secara individu
juga berbeda
Dengan adanya perbedaan ini maka cara pandang
individu dalam hal menilai kebutuhan juga berbeda.
3. Orang tidak selalu bertindak menurut kebutuhan
Ada orang yang bekerja tidak untuk memenuhi
kebutuhan tetapi hanya mengisi waktu luang sehingga motivasinya juga berbeda.
4.
Reaksi kepuasan seseorang terhadap pemenuhan akan kebutuhan
atau tidak terpenuhi kebutuhannya akan berbeda.
Ada seseorang yang cukup puas dengan terpenuhinya
kebutuhan pshysiological tetapi ada yang tidak.
6. Alat-alat Motivasi
a. Material Incentive (Psikologi
Sumber Daya Manusia)
Merupakan motivasi yang bersifat materiil sebagai imbalan prestasi yang
diberikan
oleh karyawan,
misalnya dalam bentuk uang dan barang-barang.
b. Non Material Incentive
Merupakan motivasi (daya perangsang) yang tidak berbentuk materi, misalnya
penempatan yang tepat, pekerjaan yang terjamin, piagam penghargaan, bintang
jasa, perlakuan yang wajar, dan sebagainya.
KEPEMIMPINAN
1. Definisi
Kepemimpinan
Kepemimpinan mempunyai arti
yang berbeda-beda tergantung pada sudut pandang atau perspektif-perspektif dari
para peneliti yang bersangkutan, misalnya dari perspektif individual dan aspek
dari fenomena yang paling menarik perhatian mereka. Stogdill (1974: 259)
menyimpulkan bahwa terdapat hampir sama banyaknya definisi tentang kepemimpinan
dengan jumlah orang yang telah mencoba mendefinisikannya. Lebih lanjut,
Stogdill (1974: 7-17) menyatakan bahwa kepemimpinan sebagai konsep manajemen
dapat dirumuskan dalam berbagai macam definisi, tergantung dari mana titik
tolak pemikirannya. Misalnya, dengan mengutip pendapat beberapa ahli, Paul
Hersey dan Kenneth H Blanchard (1977: 83-84) mengemukakan beberapa definisi
kepemimpinan, antara lain:
* Kepemimpinan adalah kegiatan dalam mempengaruhi orang lain untuk bekerja
keras dengan penuh kemauan untuk tujuan kelompok (George P Terry)
* Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam
mencapai tujuan umum (H.Koontz dan C. O'Donnell)
* Kepemimpinan sebagai pengaruh antar pribadi yang terjadi pada suatu keadaan
dan diarahkan melalui proses komunikasi ke arah tercapainya sesuatu tujuan (R.
Tannenbaum, Irving R, F. Massarik).
Untuk lebih mendalami pengertian kepemimpinan, di
bawah ini akan dikemukakan beberapa definisi kepemimpinan lainnya seperti yang
dikutip oleh Gary Yukl (1996: 2), antara lain:
* Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada dan berada
di atas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-pengarahan rutin organisasi (Katz
dan Kahn)
* Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok
yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan (Rauch dan Behling)
* Kepemimpinan adalah proses
memberi arti terhadap usaha kolektif yang mengakibatkan kesediaan untuk
melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran (Jacobs dan Jacques)
Menurut Wahjosumidjo (1984:
26) butir-butir pengertian dari berbagai definisi kepemimpinan, pada hakekatnya
memberikan makna :
* Kepemimpinan adalah sesuatu yang melekat pada diri seorang pemimpin yang
berupa sifat-sifat tertentu seperti kepribadian, kemampuan, dan kesanggupan.
* Kepemimpinan adalah serangkaian kegiatan pemimpin yang tidak dapat dipisahkan
dengan kedudukan serta gaya atau perilaku pemimpin itu sendiri
* Kepemimpinan adalah proses antar hubungan atau interaksi antara pemimpin,
bawahan dan situasi.
Dari berbagai definisi yang ada, maka dapat dikatakan bahwa Kepemimpinan adalah
* Seni untuk menciptakan kesesuaian paham
* Bentuk persuasi dan inspirasi
* Kepribadian yang mempunyai pengaruh
* Tindakan dan perilaku
* Titik sentral proses kegiatan kelompok
* Hubungan kekuatan/kekuasaan
* Sarana pencapaian tujuan
* Hasil dari interaksi
* Peranan yang dipolakan
* Inisiasi struktur
2. Tipologi Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan, pada
dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari
seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan
tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya
kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh
Davis dan Newstrom (1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin
secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau dipacu oleh bawahan tersebut
dikenal sebagai gaya kepemimpinan.
Ada beberapa tipologi
kepemimpinan yang sering kali kita temukan dalam gaya seorang pemimpin :
1. Gaya Otoriter/Totaliter yaitu gaya kepemimpinan yang selalu memaksakan
kehendaknya pada setiap orang meskipun dengan jalan kekerasan, namun
kebijakannya berlaku secara distributif dan tanpa kompromi. Gaya ini secara
epistemologis cenderung beraliran Macchiavellian, Hobbesian.
2. Gaya Demokratis yaitu gaya kepemimpinan yang cenderung selalu menggunakan
musyawarah, namun gaya ini sangat lemah mengambil sikap dalam setiap
tindakannya dan terkesan pragmatik. Gaya ini secara epistemologis cenderung
beraliran liberal-moderat.
3. Gaya para Nabi yaitu gaya kepemimpinan yang kharismatik dengan menggunakan
jalan kemanusiaan, dalam arti lebih mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan,
dibanding dengan kepentingan pragmatis. Gaya ini cenderung mengikuti aliran
humanistik-teologis.
Dari beberapa tipologi kepemimpinan di atas, maka kita dapat memahami bangunan
epistemologis dan konstruk ideologisnya melalui gaya kepemimpinan dari seorang
pemimpin.
Dari hal tersebut di atas, maka kita dapat memahami pula bahwa tidak saya
maupun anda, setiap pemimpin dapat kita ketahui bangunan ideologis maupun
epistemologis melalui gaya kepemimpinan yang implementasikan.
3. Fungsi &
Sifat Kepemimpinan
Ada beberapa fungsi-fungsi kepemimpinan.
Kepemimpinan yang efektif hanya akan terwujud apabila dijalankan sesuai dengan
fungsinya. Fungsi kepemimpinan itu berhubungan langsung dengan situasi sosial
dalam kehidupan kelompok atau organisasi masing-masing, yang mengisyaratkan
bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu. Fungsi
kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam intraksi
antar individu di dalam situasi sosial suatu kelompok atau organisasi karena
fungsi kepemimpinan sangat mempengaruhi maju mundurnya suatu organisasi.
Sondang P. Siagian dalam bukunya Teori dan
Praktek Kepemimpinan mengatakan beberapa fungsi kepemimpinan sebagai berikut:
1. Pimpinan sebagai penentu
arah dalam usaha pencapaian tujuan
2. Pemimpin sebagai wakil
dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak-pihak di luar organisasi
3. Pemimpin sebagai
komunikator yang efektif
4. Pemimpin sebagai
mediator, khususnya dalam hubungan ke dalam, terutama dalam menangani situasi
konflik
5. Pemimpin sebagai
integrator yang efektif, rasional, objektif dan netral (Siagian, 1999)
Fungsi kepemimpinan menurut Rivai (2002), bahwa
kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan
kelompok/organisasi masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin
berada di dalam dan bukan di luar situasi itu. Fungsi kepemimpinan merupakan
gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam interaksi antar individu di dalam
situasi sosial suatu kelompok/organisasi.
Fungsi kepemimpinan sendiri dikelompokkan dalam dua dimensi berikut
(Rivai, 2002):
- Dimensi yang
berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan
atau aktivitas pemimpin.
- Dimensi yang
berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang
yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok/organisasi.
Sedangkan menurut Hamdani Nawawi dalam bukunya
Kepemimpinan yang Efektif menyebutkan ada lima fungsi kepemimpinan. Kelima
fungsi kepemimpinan itu adalah:
Fungsi instruktif
Fungsi ini berlangsung dan bersifat komunikasi
satu arah, pemimpin sebagai pengambil keputusan berfungsi memerintahkan
pelaksanaannya pada orang-orang yang dipimpin. Pemimpin sebaga komunikator
merupakan pihak yang menentukan apa (isi perintah), bagaimana (cara mengerjakan
perintah), bilamana (waktu memulai, melaksanakan dan melaporkan hasilnya), dan
dimana (tempat mengerjakan perintah) agar keputusan dapat diwujudkan secara
efektif. Fungsi orang yang dipimpin hanyalah melaksanakan perintah. Inisiatif
tentang segala sesuatu yang ada kaitannya dengan perintah itu, sepenuhnya
merupakan fungsi pemimpin.
Fungsi konsultatif
Fungsi ini berlangsung dan bersifat komunikasi
dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan keputusan, fungsi pemimpin
sebagai konsultan untuk mendengarkan pendapat, saran serta pertanyaan
dari bawahannya, mengenai keputusan yang akan diambil oleh pemimpin.
Fungsi partisipasi
Dalam fungsi ini pemimpin menjalankan serta
mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil
keputusan maupun dalam melaksanakannya. Setiap anggota kelompoknya memperoleh
kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan yang
dijabarkan dari tugas-tugas pokok, sesuai dengan posisi atau jabatan masing-masing.
Pemimpin juga tidak hanya ikut dalam proses pembuatan keputusan dalam fungsi
ini pemimpin ikut serta dalam proses pelaksanaannya.
Fungsi partisipasi ini bukan berarti pemimpin
memberikan kebebasan semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah
berupa kerja sama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang
lain.
Fungsi delegasi
Fungsi ini pemimpin sebagai pemegang wewenang
tertinggi harus bersedia dan dapat mempercayai oran-orang lain, sesuai dengan
posisi atau jabatannya, apabila diberi atau mendapat pelimpahan wewenang.
Fungsi pengendalian
Fungsi pengendalian bermaksud bahwa
kepemimpinan yang sukses dan efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara
terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya
tujuan bersama secara maksimal. Sehubungan dengan itu bahwa fungsi pengendalian
dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi dan
pengawasan.
Dengan bimbingan dan pengarahan, koordiansi dan pengawasan, pemimpin
berusaha mencegah terjadinya kekeliruan atau kesalahan setiap unit atau
perseorangan dalam melaksanakan volume dan beban kerjanya atau perintah dari
pimpinannya. Pengendalian dilakukan dengan cara mencegah anggota berfikir dan
berbuat sesuatu yang cenderung merugikan kepentingan bersama.
Upaya untuk menilai sukses tidaknya
pemimpin itu dilakukan antara lain dengan mengamati dan mencatat sifat-sifat
dan kualitas atau mutu perilakunya, yang dipakai sebagai kriteria untuk menilai
kepemimpinannya. Teori kesifatan atau sifat dikemukakan oleh beberapa ahli.
Edwin Ghiselli mengemukakan teori mereka tentang teori kesifatan atau
sifat kepemimpinan (Handoko,
1995: 297).
Berbagai teori kesifatan dikemukakan oleh Ordway Tead dan
George R. Terry (Kartono, 1995: 37).
Teori kesifatan menurut George R. Terry adalah
sebagai berikut :
1) Kekuatan.
Kekuatan badaniah dan rohaniah merupakan syarat
yang pokok bagi pemimpin sehingga ia mempunyai daya tahan untuk menghadapi
berbagai rintangan.
2) Stabilitas emosi.
Pemimpin dengan emosi yang stabil akan menunjang
pencapaian lingkungan sosial yang rukun, damai, dan harmonis.
3) Pengetahuan tentang relasi insani.
Pemimpin memiliki pengetahuan tentang sifat,
watak, dan perilaku bawahan agar bisa menilai kelebihan/kelemahan bawahan
sesuai dengan tugas yang diberikan.
4) Kejujuran.
Pemimpin yang baik harus mempunyai kejujuran
yang tinggi baik kepada diri sendiri maupun kepada bawahan.
5) Obyektif.
Pemimpin harus obyektif, mencari bukti-bukti
yang nyata dan sebab musabab dari suatu kejadian dan memberikan alasan yang
rasional atas penolakannya.
6) Dorongan pribadi.
Keinginan dan kesediaan untuk menjadi pemimpin
harus muncul dari dalam hati agar ikhlas memberikan pelayanan dan pengabdian
kepada kepentingan umum.
7) Keterampilan berkomunikasi.
Pemimpin diharapkan mahir menulis dan berbicara,
mudah menangkap maksud orang lain, mahir mengintegrasikan berbagai opini serta
aliran yang berbeda-beda untuk mencapai krukunan dan keseimbangan.
8) Kemampuan mengajar.
Pemimpin diharapkan juga menjadi guru yang baik,
yang membawa orang belajar pada sasaran-sasaran tertentu untuk menambah
pengetahuan, keterampilan agar bawahannya bisa mandiri, mau memberikan
loyalitas dan partisipasinya.
9) Keterampilan sosial.
Dia bersikap ramah, terbuka, mau menghargai
pendapat orang lain, sehingga ia bisa memupuk kerjasama yang baik.
10) Kecakapan teknis atau kecakapan manajerial.
Penguasaan kecakapan teknis agar tercapai
efektifitas kerja dan kesejahteraan.
Teori kesifatan menurut Ordway Tead adalah sebagai
berikut :
1) Energi jasmaniah dan mental
Yaitu mempunyai daya tahan, keuletan, kekuatan
baik jasmani maupun mental untuk mengatasi semua permasalahan.
2) Kesadaran akan tujuan dan arah
Mengetahui arah dan tujuan organisasi, serta
yakin akan manfaatnya.
3) Antusiasme
Pekerjaan mempunyai tujuan yang bernilai,
menyenangkan, memberikan sukses, dan dapat membangkitkan antusiasme bagi
pimpinan maupun bawahan.
4) Keramahan dan kecintaan
Dedikasi pemimpin bisa memotivasi bawahan untuk
melakukan perbuatan yang menyenangkan semua pihak, sehingga dapat diarahkan
untuk mencapai tujuan.
5) Integritas
Pemimpin harus bersikap terbuka, merasa utuh
bersatu, sejiwa dan seperasaan dengan anak buah sehingga bawahan menjadi lebih
percaya dan hormat.
6) Penguasaan teknis
Setiap pemimpin harus menguasai satu atau
beberapa kemahiran teknis agar ia mempunyai kewibawaan dan kekuasaan untuk
memimpin.
7) Ketegasan dalam mengambil keputusan
Pemimpin yang berhasil pasti dapat mengambil
keputusan secara cepat, tegas dan tepat sebagai hasil dari kearifan dan
pengalamannya.
8) Kecerdasan
Orang yang cerdas akan mampu mengatasi masalah
dalam waktu yang lebih cepat dan cara yang lebih efektif.
9) Keterampilan mengajar
Pemimpin yang baik adalah yang mampu menuntun,
mendidik, mengarahkan, mendorong, dan menggerakkan anak buahnya untuk berbuat
sesuatu.
10) Kepercayaan
Keberhasilan kepemimpinan didukung oleh
kepercayaan anak buahnya, yaitu percaya bahwa pemimpin dengan anggota berjuang
untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan teori-teori tentang kesifatan atau
sifat-sifat pemimpin diatas, dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat kepemimpinan
adalah :
1) Kemampuan sebagai pengawas (supervisory
ability)
2) Kecerdasan
3) Inisiatif
4) Energi jasmaniah dan mental
5) Kesadaran akan tujuan dan arah
6) Stabilitas emosi
7) Obyektif
8) Ketegasan dalam mengambil keputusan
9) Keterampilan berkomunikasi
10) Keterampilan mengajar
11) Keterampilan sosial
12) Pengetahuan tentang relasi insani.
4. Batasan
Kepemimpinan
Batasan
kepemimpinan menurut Ralph M. Stogdill bahwasannya kepemimpinan manajerial
sebagai proses pengarahan dan mempengaruhi aktivitas yang dihubungkan dengan
tugas dari para anggota kelompok. Berdasarkan batasan tersebut, terdapat tiga
implikasi penting yang perlu mendapat perhatian.
- Kepemimpinan harus melibatkan orang lain atau
bawahan.
- Kepemimpinan mencakup distribusi otoritas yang
tidak mungkin seimbang di antara manajer dan bawahan.
- Di samping secara legal mampu memberikan para
bawahan berupa perintah atau pengarahan, manajer juga dapat mempengaruhi
bawahan dengan berbagi sifat kepemimpinannya.
Delegasi
wewenang adalah pelimpahan atau pemberian otoritas dan tanggung jawab dari
pimpinan atau kesatuan organisasi kepada seseorang atau kesatuan organisasi
lain untuk melakukan aktivitas tertentu. Pada dasarnya, baik pemimpin yang
sukses maupun yang efektif dalam kepemimpinannya, perlu mendelegasikan wewenang
kepada bawahannya. Teori kepemimpinan situasional adalah teori kepemimpinan
yang didasarkan pada hubungan kurva linear di antara perilaku tugas, perilaku
hubungan dan kematangan.
5.Masa Depan Teori Kepemimpinan
Konsepsi
Kepemimpinan Transformasional
Konsepsi kepemimpinan
transformasional pertama kali dikemukakan oleh James McGregor Burns. Dalam
kaitannya dengan kepemimpinan transformasional, Bernard Bass (Stone et al,
2004) mengatakan sebagai berikut: “Transformational leaders transform the personal values of followers to support
the vision and goals of the organization by fostering an environment where
relationships can be formed and by establishing a climate of trust in which
visions can be shared”. Selanjutnya, secara operasional Bernard
Bass (Gill et al, 2010) memaknai kepemimpinan transformasional sebagai berikut:
“Leadership and performance
beyond expectations”. Sedangkan Tracy and Hinkin (Gill dkk, 2010)
memaknai kepemimpinan transformasional sebagai berikut: “The process of influencing major changes in
the attitudes and assumptions of organization members and building commitment
for the organization’s mission or objectives”.
Dari beberapa pengertian
tersebut kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan yang
berupaya mentransformasikan nilai-nilai yang dianut oleh bawahan untuk
mendukung visi dan tujuan organisasi. Melalui transformasi nilai-nilai
tersebut, diharapkan hubungan baik antar anggota organisasi dapat dibangun
sehingga muncul iklim saling percaya diantara anggota organisasi.
Adapun, karakteristik
kepemimpinan transformasional menurut Avolio dkk (Stone et al, 2004) adalah
sebagai berikut:
(1) Idealized
influence (or charismatic influence)
Idealized influence mempunyai makna bahwa seorang pemimpin transformasional harus
kharisma yang mampu “menyihir” bawahan untuk bereaksi mengikuti pimppinan.
Dalam bentuk konkrit, kharisma ini ditunjukan melalui perilaku pemahaman
terhadap visi dan misi organisasi, mempunyai pendirian yang kukuh, komitmen dan
konsisten terhadap setiap keputusan yang telah diambil, dan menghargai bawahan.
Dengan kata lain, pemimpin transformasional menjadi role
model yang dikagumi,
dihargai, dan diikuti oleh bawahannya.
(2) Inspirational
motivation
Inspirational motivation berarti karakter seorang pemimpin yang mampu menerapkan standar
yang tinngi akan tetapi sekaligus mampu mendorong bawahan untuk mencapai
standar tersebut. Karakter seperti ini mampu membangkitkan optimisme dan
antusiasme yang tinggi dari pawa bawahan. Dengan kata lain, pemimpin
transformasional senantiasa memberikan inspirasi dan memotivasi bawahannya.
(3) Intellectual
stimulation
Intellectual stimulation karakter seorang pemimpin transformasional yang mampu mendorong
bawahannya untuk menyelesaikan permasalahan dengan cermat dan rasional. Selain
itu, karakter ini mendorong para bawahan untuk menemukan cara baru yang lbih efektif
dalam menyelesaikan masalah. Dengan kata lain, pemimpin transformasional mampu
mendorong (menstimulasi) bawahan untuk selalu kreatif dan inovatif.
(4) Individualized
consideration
Individualized consideration berarti karakter seorang pemimpin yang mampu memahami perbedaan
individual para bawahannya. Dalam hal ini, pemimpin transformasional mau dan
mampu untuk mendengar aspirasi, mendidik, dan melatih bawahan. Selain itu,
seorang pemimpin transformasional mampu melihat potensi prestasi dan kebutuhan berkembang
para bawahan serta memfasilitasinya. Dengan kata lain, pemimpin
transformasional mampu memahami dan menghargai bawahan berdasarkan kebutuhan
bawahan dan memperhatikan keinginan berprestas dan berkembang para bawahan.