Pengertian Sengketa
Dalam
kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik
berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang,
kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek
permasalahan. Senada dengan itu Winardi mengemukakan :
Pertentangan
atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau
kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama
atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu
dengan yang lain.
Penyelesaian Sengketa
Terdapat penyelesaian sengketa antara lain :
Negosiasi
Negosiasi adalah
sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak - pihak yang terlibat
berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan
bertentangan. Menurut kamus Oxford, negosiasi adalah suatu cara untuk
mencapai suatu kesepakatan melalui diskusi formal.
Negosiasi merupakan suatu proses saat dua pihak mencapai perjanjian yang dapat memenuhi kepuasan semua pihak yang berkepentingan dengan elemen-elemen kerjasama dan kompetisi.Termasuk
di dalamnya, tindakan yang dilakukan ketika berkomunikasi, kerjasama
atau memengaruhi orang lain dengan tujuan tertentu.
Mediasi
Mediasi adalah upaya penyelesaian konflik dengan
melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan
mengambil keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai
penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.
Mediasi disebut
emergent mediation apabila mediatornya merupakan anggota dari sistem
sosial pihak-pihak yang bertikai, memiliki hubungan lama dengan
pihak-pihak yang bertikai, berkepentingan dengan hasil perundingan, atau
ingin memberikan kesan yang baik misalnya sebagai teman yang solider.
Pengertian mediasi
menurut Priatna Abdurrasyid yaitu suatu proses damai dimana para pihak
yang bersengketa menyerahkan penyelesaiannya kepada seorang mediator
(seseorang yg mengatur pertemuan antara 2 pihak atau lebih yg
bersengketa) untuk mencapai hasil akhir yang adil, tanpa biaya besar
besar tetapi tetap efektif dan diterima sepenuhnya oleh kedua belah
pihak yang bersengketa
Arbitrase
"Arbitrase" (bahasa Inggris:arbitrage), yang dalam dunia ekonomi dan keuangan adalah praktik untuk memperoleh keuntungan dari perbedaan harga yang terjadi di antara dua pasar keuangan. Arbitrase ini merupakan suatu kombinasi penyesuaian transaksi atas dua pasar keuangan di mana keuntungan yang diperoleh adalah berasal dari selisih antara harga pasar yang satu dengan yang lainnya.
Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi :
a.Negosiasi atau perundingan
Negosiasi adalah cara
penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa saling
melakukan kompromi untuk menyuarakan kepentingannya. Dengan cara
kompromi tersebut diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan
mengakhiri sengketa tersebut secara baik.
b. Litigasi
adalah
sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang
terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus
oleh hakim. Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win
solution (solusi yang memperhatikan kedua belah pihak) karena hakim
harus menjatuhkan putusan dimana salah satu pihak akan menjadi pihak
yang menang dan pihak lain menjadi pihak yang kalah. Kebaikan dari
sistem ini adalah:
1. Ruang lingkup
pemeriksaannya yang lebih luas (karena sistem peradilan di Indonesia
terbagi menjadi beberapa bagian yaitu peradilan umum, peradilan agama,
peradilan militer dan peradilan Tata Usaha Negara sehingga hampir semua
jenis sengketa dapat diperiksa melalui jalur ini)
2. Biaya yang relatif lebih murah (Salah satu azas peradilan Indonesia adalah Sederhana, Cepat dan Murah)
Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah:
1. Kurangnya kepastian
hukum (karena terdapat hierarki pengadilan di Indonesia yaitu Pengadilan
Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung dimana jika Pengadilan
Negeri memberikan putusan yang tidak memuaskan salah satu pihak, pihak
tersebut dapat melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi atau
kasasi ke Mahkamah Agung sehingga butuh waktu yang relatif lama agar
bisa berkekuatan hukum tetap)
2. Hakim yang "awam"
(pada dasarnya hakim harus paham terhadap semua jenis hukum. namun jika
sengketa yang terjadi terjadi pada bidang yang tidak dikuasai oleh
hakim, maka hakim tersebut harus belajar lagi. Hal ini dikarenakan para
pihak tidak bisa memilih hakim yang akan memeriksa perkara. Tentunya hal
ini akan mempersulit penyusunan putusan yang adil sesuai dengan bidang
sengketa. Hakim juga tidak boleh menolak untuk memeriksa suatu perkara
karena hukumnya tidak ada atau tidak jelas. Jadi tidak boleh ada hakim
yang menolak perkara. apalagi hanya karena dia tidak menguasai bidang
sengketa tersebut.)
Berdasarkan konsekuensi
bahwa putusan hakim akan memenangkan salah satu pihak dan mengalahkan
pihak yang lain, maka berdasarkan hukum acara perdata di Indonesia Hakim
wajib memerintahkan para pihak untuk melaksanakan mediasi (nanti akan
dibahas lebih lanjut) untuk mendamaikan para pihak. Jika tidak dicapai
perdamaian maka pemeriksaan perkara akan dilanjutkan. Meskipun
pemeriksaan perkara dilanjutkan kesempatan untuk melakukan perdamaian
bagi para pihak tetap terbuka (dan hakim harus tetap memberikannya
meskipun putusan telah disusun dan siap untuk dibacakan). Jika para
pihak sepakat untuk berdamai, hakim membuat akta perdamaian (acte van
daading) yang pada intinya berisi para pihak harus menaati akta
perdamaian tersebut dan tidak dapat mengajukan lagi perkara tersebut ke
pengadilan. Jika perkara yang sama tersebut tetap diajukan ke pengadilan
maka perkara tersebut akan ditolak dengan alasan ne bis in idem
(perkara yang sama tidak boleh diperkarakan 2 kali) karena akta
perdamaian tersebut berkekuatan sama dengan putusan yang final dan
mengikat (tidak dapat diajukan upaya hukum).
c.Arbitrase
Arbitrase adalah cara
penyelesaian sengketa yang mirip dengan litigasi, hanya saja litigasi
ini bisa dikatakan sebagai "litigasi swasta" Dimana yang memeriksa
perkara tersebut bukanlah hakim tetapi seorang arbiter. Untuk dapat
menempuh prosesi arbitrase hal pokok yang harus ada adalah "klausula
arbitrase" di dalam perjanjian yang dibuat sebelum timbul sengketa
akibat perjanjian tersebut, atau "Perjanjian Arbitrase" dalam hal
sengketa tersebut sudah timbul namun tidak ada klausula arbitrase dalam
perjanjian sebelumnya. Klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase
tersebut berisi bahwa para pihak akan menyelesaikan sengketa melalui
arbitrase sehingga menggugurkan kewajiban pengadilan untuk memeriksa
perkara tersebut. Jika perkara tersebut tetap diajukan ke Pengadilan
maka pengadilan wajib menolak karena perkara tersebut sudah berada di
luar kompetensi pengadilan tersebut akibat adanya klausula arbitrase
atau perjanjian arbitrase. Beberapa keunggulan arbitrase dibandingkan
litigasi antara lain:
1. Arbitrase relatif
lebih terpercaya karena Arbiter dipilih oleh para pihak yang
bersengketa. Arbiter dipilih oleh para pihak sendiri dan merupakan
jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh pejabat peradilan manapun. Dalam
hal para pihak tidak bersepakat dalam menentukan arbiter maka arbiter
akan ditunjuk oleh ketua Pengadilan Negeri. Hal ini berbeda dengan
litigasi karena para pihak tidak dapat memilih hakim yang memeriksa
perkara. Calon arbiter yang ditunjuk juga boleh menolak penunjukan
tersebut.
2. Arbiter merupakan
orang yang ahli di bidangnya sehingga putusan yang dihasilkan akan lebih
cermat. Dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa dinyatakan bahwa salah satu syarat
untuk menjadi arbiter adalah berpengalaman aktif di bidangnya selama 15
tahun. Hal ini tentunya berbeda dengan hakim yang mungkin saja tidak
menguasai bidang yang disengketakan sehingga harus belajar bidang
tersebut sebelum memeriksa perkara.
3. Kepastian Hukum lebih
terjamin karena putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para
pihak. Pihak yang tidak puas dengan putusan arbitrase tidak dapat
mengajukan upaya hukum. namun putusan tersebut dapat dibatalkan jika
terjadi hal-hal tertentu seperti dinyatakan palsunya bukti-bukti yang
dipakai dalam pemeriksaan setelah putusan tersebut dijatuhkan atau
putusan tersebut dibuat dengan itikad tidak baik dari arbiter.
Sedangkan kelemahannya antara lain:
1. Biaya yang relatif mahal karena honorarium arbiter juga harus ditanggung para pihak (atau pihak yang kalah)
2. Putusan Arbitrase tidak mempunyai kekuatan eksekutorial sebelum didaftarkan ke Pengadilan Negeri.
3. Ruang lingkup
arbitrase yang terbatas hanya pada sengketa bidang komersial
(perdagangan, ekspor-impor, pasar modal, dan sebagainya)
sumber referensi :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/03/penyelesaian-sengketa-ekonomi/
0 komentar:
Posting Komentar